Berikut nukilan hadits dari kitab Shahih Bukhari.
No. Hadist: 1773
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ لَا
تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْا الْهِلَالَ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ
فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah telah menceritakan
kepada kami Malik dari Nafi’ dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘anhu
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan tentang
bulan Ramadhan lalu Beliau bersabda: “Janganlah kalian berpuasa
hingga kalian melihat hilal dan jangan pula kalian berbuka hingga
kalian melihatnya. Apabila kalian terhalang oleh awan maka
perkirakanlah jumlahnya (jumlah hari disempurnakan) “.
No. Hadist: 1774
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الشَّهْرُ
تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ
غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ
Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah telah menceritakan
kepada kami Malik dari ‘Abdullah bin Dinar dari ‘Abdullah bin ‘Umar
radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Satu bulan itu berjumlah dua puluh sembilan malam (hari)
maka janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihatnya. Apabila kalian
terhalang oleh awan maka sempurnakanlah jumlahnya menjadi tiga puluh”.
No. Hadist: 1776
حَدَّثَنَا
آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ قَالَ
سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ قَالَ أَبُو
الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ
وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا
عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
Telah
menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Syu’bah
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ziyad berkata, aku
mendengar Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata; Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, atau katanya Abu Al Qasim shallallahu
‘alaihi wasallam telah bersabda: “Berpuasalah kalian dengan
melihatnya (hilal) dan berbukalah dengan melihatnya pula. Apabila
kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah jumlah bilangan hari
bulan Sya’ban menjadi tiga puluh”.
Mudah kan? Melihat… bukankah
semua orang selama punya mata yang normal bisa melihat? Rasulullah
tidak membebani umatnya dengan hal-hal yang memberatkan, hanya saja
kadang umatlah yang membebani diri sendiri dengan hal-hal yang berat.
Dari hadits di atas kita bisa
tahu, bahwa penentuan awal Ramadhan dengan melihat bulan sabit di
penghabisan tanggal 29 sya’ban, bukan tanggal 28, 27, atau sebelumnya
seperti yang dilakukan kelompok Tharikat sattariyah di Padang Pariaman Sumatra Barat. Tanggal 28 itu masih disebut bulan mati, secara akalpun tak akan bisa dilihat.
Sedangkan benda yang menjadi
pijakan dalam hal penentuan awal Ramadhan adalah bulan sabit, bukan
yang lain seperti yang dilakukan kelompok jamaah an nadzir di Gowa, Sulawesi Selatan. Mereka menggunakan tinggi gelombang air laut.
Metoda yang dilakukan
Rasulullah adalah dengan melihat, bukan menghitung.Melihat berarti
membuktikan bahwa bulan memang terlihat, sedangkan ketika kita
menghitung dan menetapkan , seakan-akan semua itu pasti adanya. Padahal
di dunia ini tidak ada yang pasti. Apakah ketika hitungan kita
mengatakan tanggal sekian bulan terlihat, itu akan pasti terlihat?
Belum tentu…kita harus bisa membuktikan dengan melihat. Akhir dari
segala keputusan adalah dengan melihat.
Ketika akhir tanggal 29 sya’ban
kita tidak bisa melihat bulan sabit, maka petunjuk Rasulullah, genapkan
bulan Sya’ban menjadi 30 hari. Tidak terlihatnya mungkin dikarenakan
memang belum muncul, atau terhalang mendung. Tidak usah was-was, karena
semua itu sudah sesuai pesan Rasulullah.
Semoga ilmu yang dibawa
Rasulullah ini tidak akan punah karena umat Islam mencari jalan lain
dalam menentukan awal Ramadhan dan awal syawal. Ini bisa saja terjadi
karena alasan perkembangan jaman, maka ilmu ini ditinggalkan. Padahal
ketika jaman Rasulullah dulu, ketika belum ditemukan peralatan canggih,
hanya dengan menggunakan mata telanjang mereka bisa melihat bulan sabit
untuk menentukan awal Ramadhan. Kalau bukan kita orang Islam, siapa
lagi yang harus mengikut ilmu Rasulullah saw.
0 masukan:
Posting Komentar