This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Para Pejuang Agama Islam

Para Pejuang Agama Islam
Para Ulama'

Sabtu, 19 Mei 2012

KH. M. Bashori Alwi - Memproduksi Rekaman di Studio Pesantren
Tak salah jika predikat al-Qur’an selalu disematkan masyarakat ke pundak KH. Basori Alwi. Sebab sejak kecil, putra pasangan Kiai Alwi Murtadlo dan Nyai Riwati ini, memang telah karib dengan al-Qur’an. Selepas belajar pada ayahandanya, lelaki kelahiran Malang 15 April 1927 ini, kemudian berguru pada Kiai Muhith – seorang penghafal al-Qur’an dari pesantren Sidogiri Pasuruan. Lalu kepada kakak kandungnya sendiri Kiai Abdus Salam. Dirinya juga pernah belajar kepada Kiai Yasin Thoyyib dan Kiai Dasuqi di Singosari, serta Kiai Abdul Rosyid di Palembang. Selain orang tuanya, kakeknya juga terkenal alim dan sangat gemar membaca al-Qur’an. Tak heran kalau kegemaran dan bakat itu akhirnya menitis pada dirinya. Itulah pasalnya kenapa Basori kecil kerap diminta Kepala MI al-Ma’arif – tempatnya menimba ilmu, untuk mengajar pada saat kelas kosong. Tanggapan siswa lainnya sangat positif. Bahkan kakak kelasnya pun merasa senang dengan cara mengajarnya. Meskipun demikian, dirinya masih saja merasa haus dalam menimba ilmu-ilmu al-Qur’an. Itulah sebabnya, saat tinggal di Solo tahun 1946 s/d 1949, dirinya menyempatkan belajar di Madrasah Aliyah dan mondok di Ponpes Salafiyah Solo. Bahkan ketika sudah berkeluarga dan tinggal di Gresik, masih saja aktif mengaji kepada Kiai Abdul Karim. Adapun mengenai lagu-lagu al-Qur’an, diperolehnya dari Kiai Damanhuri Malang dan Kiai Raden Salimin Yogyakarta. ”Kemudian lagu-lagu al-Qur’an itu, kami perdalam melalui kaset rekaman para qari’ Mesir, khususnya Syaikh Shiddiq Al-Minsyawi,” ungkapnya. Sebelum belajar di Ponpes Salafiyah Solo, KH. Basori Alwi pernah mondok di Ponpes Sidogiri dan Ponpes Legi di Pasuruan antara tahun 1940 – 1943. Selain mengkaji ilmu-ilmu agama dengan kitab-kitab klasik khas pesantren salaf, dirinya juga tekun belajar Bahasa Arab. Di samping itu juga pernah berguru kepada Syaikh Mahmud Al-Ayyubi dari Iraq, Sayyid Abdur Rahman bin Syihab Al-Habsyi – sewaktu di Solo, Syaikh Ismail dari Banda Aceh. Gurunya yang disebut paling akhir ini, adalah pengasuh ponpes al-Ghazali dan redaktur siaran berbahasa Arab di RRI Yogyakarta saat masih menjadi ibukota darurat RI. Di pondok pesantren maupun masyarakat luas, Pengasuh Pesantren Ilmu al-Qur’an (PIQ) Singosari Malang ini, lebih karib dipanggil dengan sebutan ustadz. Barangkali itu terkait dengan keahliannya dalam melagukan irama al-Qur’an. Apalagi dirinya tak pernah absen berkiprah di Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) dan Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ). Baik sebagai Dewan Hakim di tingkat provinsi, maupun pada tingkat nasional. Menurut al-Khuli, kata al-Ustadz diartikannya sebagai profesor. Kiranya teramat pas jika gelar profesor tersebut disarungkan kepadanya. Di samping memang dirinya sangat piawai dalam hal pengajaran al-Qur’an, juga sebagai ulama’ ahli al-Qur’an yang cukup berpengaruh di dalam maupun luar negeri. Dalam usia 78 ini, semangat untuk mengajarnya tak pernah surut. Sebab sejak muda, bidang garapan itulah yang selalu ditekuninya. Dirinya telah malang melintang berkhidmat di lembaga-lembaga pendidikan; baik umum maupun agama, formal maupun informal. Karir mengajarnya itu, dimulai sejak tahun 1950 ketika masih tinggal di rumah pamannya – di daerah kawasan Ampel Surabaya. Di samping mengajar di SMI Surabaya dan PGA Negeri Surabaya, juga pernah mengajar di PGAA Negeri Surabaya selama lima tahun. ”Ketika menikah dan hijrah ke Gresik, saya masih mengajar di Surabaya,” kenangnya. Pada tahun 1958, KH. Basori Alwi baru pulang ke Singosari. Di tempat kelahirannya ini, dirinya kembali menjadi guru di PGAA Negeri Malang, serta dosen Bahasa Arab di IAIN Malang. Di samping mengajar di lembaga formal, masih aktif pula mengajar bacaan dan lagu al-Qur’an di berbagai tempat. Dan tepat pada tahun 1978, didirikanlah Pesantren Ilmu al-Qur’an (PIQ) di Singosari. Kiprah dan andil besar KH. Basori Alwi di bidang pendidikan al-Qur’an, sungguh luar biasa. Tepat sekali jika beliau disebut sebagai pakar al-Qur’an. Sebab mantan qari’ tingkat nasional dan internasional ini, memang tiada henti-hentinya mengajar al-Qur’an dan mendakwahkannya. Dirinya ibarat pendekar yang sudah malang melintah di dunia tilawah. Di tahun 1965, bersama Ustadz Abdul Aziz Muslim dan (alm.) Fuad Zain, pernah diundang untuk membaca al-Qur’an di 11 negara Asia Afrika. “Saat berkunjung ke Saudi, kami berkesempatan melakukan ibadah haji. Dan itulah haji saya yang pertama kali,” tutur ayah sebelas anak ini sambil menerawang ke masa silam. Tokoh bidang Tilawatil Qur’an ini, juga tercatat sebagai salah satu pendiri Jam’iyatul Qura’ wal Huffadz – organisasinya para qari’ dan penghafal al-Qur’an. Di samping itu tercatat pula sebagai salah satu pencetus ide MTQ tingkat internasional – pada Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) di tahun 1964. Dirinya juga termasuk penggagas MTQ tingkat nasional. Hingga kini beliau tak pernah absen menjadi juri, baik pada MTQ dan STQ Nasional maupun tingkat provinsi. Pada tahun 1985, KH. Basori Alwi juga pernah dipercaya menjadi juri MTQ tingkat internasional di Brunei Darussalam. Begitu pula ketika diselenggarakan di Mesir pada tahun 1998 dan Jakarta pada tahun 2003. Beliau juga termasuk sosok aktivis organisasi kemasyarakatan yang ulet, serta senantiasa konsen pada dunia dakwah Islamiyah. Buktinya pada tahun 1995 s/d 1958, dirinya pernah memegang kepemimpinn Gerakan Pemuda Ansor. KH Basori Alwi bisa dibilang sebagai sosok ulama yang komplet. Di samping fasih berceramah, juga sangat produktif dalam hal tulis menulis. Selain banyak menulis buku, juga menulis risalah-risalah ringkas dalam bahasa Arab maupun bahasa Indonesia. Dari karya-karya tersebut, tampak sekali bahwa wawasannya teramat luas dan sangat dinamis. Ketika dunia teknologi komunikasi mengalami perkembangan yang kian pesat, beliau pun tak mau ketinggalan. Bersama para santrinya, KH. Basori Alwi melahirkan rekaman melalui kaset, MP3 dan VCD. Di samping berisi panduan pembelajaran al-Qur’an, juga berisi praktek metode pengajaran, teori-teori ilmu tajwid serta yang lainnya. ”Semuanya itu kami produksi sendiri di studio pesantren,” terangnya. PIQ Singosari, memang telah menjadi salah satu kiblat penting dalam hal tilawah. Inilah tempat yang menjadi pusat pembinaan para qari’-qari’ah di Jawa Timur. Apalagi sejak semula KH Basori Alwi memang telah menjadi rujukan, baik untuk Qira’ah bit-Tartil maupun cara membaca al-Qur’an secara baik dan benar. Banyak sekali masyarakat pesantren dan umum, yang memintanya untuk mentashih bacaan al-Qur’an mereka. Sekalipun telah lanjut usia, kakek 23 cucu ini tetap aktif mengajar baik di dalam maupun luar pesantren. Kini masih rutin mengajar masyarakat umum di Kota Probolinggo, Leces, Pacet Mojokerto, Blitar, Sidoarjo dan Malang. Kiranya dirinya tak pernah melupakan pesan Kyai Muhith kepadanya: Li kulli syai’in zakaatun, wa zakaatul ilmi at-ta’ liim – segala sesuatu ada zakatnya, dan zakatnya ilmu itu adalah mengajar. ”Saya merasa bersyukur, para santri yang telah lulus dari sini mau mengembangkannya ke berbagai daerah. Tak sedikit dari mereka yang bahkan telah mendirikan pondok sendiri,” ucapnya bersahaja. Arif


KH. Musta’in Syamsuri, Sang Maestro Sejati dalam Pencerahan Cahaya Qurani

Oleh Syafaat
Tidak banyak orang yang mengenal sosok kyai Mustain Syamsuri. Kyai kelahiran Singosari Malang ini memang sangat rendah hati (tawaddu’) kepada siapapun. Kyai Musta’in dengan sabar mendidik santri-santrinya melalui pesantren yang diberi nama “Darul Quran”. Pesantren tersebut sejak berdirinya puluhan tahun silam, telah mewisuda lebih dari 500 huffadz (penghafal Al-Quran). Meski demikian, beliau lebih suka dipanggil “ustadz” dibanding sebutan “kyai”, lebih suka pakai kopyah hitam daripada sorban putih yang melingkar di kepala. Pesantrennya pun berada di tengah perkampungan yang jauh dari keramaian kota Singosari (sekitar 3 km). Sekilas bangunan pesantren tidak tampak dari depan seakan mushalla biasa. Maklum di sana, tidak ada papan nama atau bentuk bangunan yang bercorak islami. Padahal di dalamnya ada bangunan swadaya dua lantai yang dihuni sekitar 100 santri putra dan putri. Meski demikian kondisinya, siapa tahu ternyata di dalamnya terdapat santri multikultur dan multi etnis. Hampir tiap tahun datang santri dari seluruh pelosok nusantara, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, NTB, Jawa, Madura. Entah mereka tahu dari mana, pesantren yang demikian tersembunyipun masih didatangi para santri. Beberapa santri ada yang menuturkan keinginannya untuk nyantri setelah orangtuanya bermimpi bertemu dengan beliau (Kyai Mustain), termasuk Gus Nahru yang kini jadi menantunya.
Beliau merupakan santri kesayangan Alm. KH. Mufid Mas’ud Sunan Pandan Arang Yogyakarta dan Alm. KH. Arwani Amin Kudus Jawa Tengah. Tidak jarang keluarga dari kedua kyai karismatik tersebut, nyantri dan tabarrukan kepada beliau, seperti KH. Mu’tashim Billah Mufid, KH. Ulin Nuha Arwani, KH. Hisyam dll. Konon, beliau merupakan putra daerah Malang yang pertama kali hafal al-Quran dengan Qiraah Sab’ah (tujuh bacaan al-Quran yang mutawatir). Di daerah Malang dan sekitarnya, beliaulah yang menjadi rujukan berbagai persoalan yang terkait dengan ulumul Quran terutama aspek ilmu Qiraat. Santri beliau bertebaran di hampir seluruh penjuru tanah air. Tidak jarang santri beliau yang kini menjadi rujukan keilmuan, misalnya Gus Hilmi (Imam besar Masjid Ampel Surabaya), Dr. Nurul Murtadlo (Pembantu Dekan I Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang), M. Syamsul Ulum (dosen UIN Malang), Gus Silahul Hawa (pengasuh pesantren Raudlatul Quran Singosari), Gus Nahrul Ulum (pengasuh pesantren Syafa’atul Quran Langlang Singosari) dan masih banyak lagi lainnya.
Dalam kesehariannya, beliau melakukan tashih hafalan dan bacaan untuk semua santri seusai Shubuh hingga jam 9 pagi. Kemudian beliau menerima tamu-tamu dalam berbagai keperluan yang kadang hingga siang. Bahkan dulu, selepas ta’lim, beliau masih menyempatkan diri untuk menjalankan bisnisnya, diantaranya jual beli mobil dan tanah, serta home industry berupa makanan dan minuman ringan. Malam hari selepas Isya’ beliau mengajar Tafsir Jalalain untuk santri-santri senior.
Beliau tak henti-hentinya mewanti-wanti para santri agar berlatih untuk berwiraswasta sejak dini, khawatir mereka kelak menjadikan al-Quran sebagai sumber ma’isyah (perekonomian), padahal itu akan mengganggu keikhlasan para santri dalam memperjuangkan penyebaran al-Quran di tengah-tengah masyarakat. Para santri biasanya seusai setoran hafalan sekitar jam 9 pagi, mereka oleh KH. Mustain diberikan tugas yang tidak terkait langsung dengan al-Quran seperti menyablon plastik, membuat es lilin, menggoreng kerupuk, membangun kamar santri dan madrasah diniyah, mencari donatur, menjual kerupuk ke daerah Malang dan sekitarnya, memasak untuk makan siang santri. Beliau juga melatih santri untuk tidak gila sanjungan, maklum orang yang hafal al-Quran itu sangat potensial disanjung dan dimuliakan orang. Santri tidak diharuskan memakai kopyah bila sewaktu-waktu keluar dari pesantren, seperti sekolah, kuliah, kerja dll. Bahkan, ketika malam Jum’at tiba, selepas mengikuti pembacaan Diba’ dan Shalat Isya’ mereka diberikan kebebasan untuk bermain dimana saja, asalkan pagi hari sudah kembali untuk bekerja bakti (ro’an)  bersama.
Meskipun dikenal kyai senior dan kharismatik, beliau tidak pernah merasa “gengsi” dalam menuntut ilmu. Setiap malam Selasa, beliau mengikuti pengajian rutin tafsir Ayatil ahkam “Rawa’iul Bayan” di kediaman KH. Tolchan Hasan di dekat Masjid Jami’ Singosari. Juga sering mengaji kitab “Ihya’ Ulumid Din ke KH. Abdur Rohman Kepanjen. Beliau juga pernah belajar bahasa Arab ke KH. Bashori Alwi, pengasuh pesantren Ilmu al-Quran (PIQ) Singosari. Keta’dhiman beliau pada guru-gurunya juga sangat tinggi, tidak semata saat belajar saja, melainkan selamanya baik semasa hidup maupun setelah meninggal. Dulu, hampir setiap tahun beliau berkunjung ke gurunya KH. Mufid Mas’ud di Jogjakarta. Setiap tahun pula beliau mengundang guru-gurunya (KH. Bashori Alwi, KH. Mufid Mas’ud, KH. Tolchah Hasan), bahkan mereka dijadikan sebagai pembicara tetap dalam setiap acara Rojabiyah dan Wisuda al-Quran, sejak puluhan tahun yang lalu. Sepeninggal guru tercintanya, KH. Mufid Mas’ud, beliau masih ta’dhim kepada putra dan putri dari sang guru. Acara Rajabiyah yang dulu selalu diisi oleh sang guru, kini dilanjutkan oleh puteranya KH. Mu’tashim Billah. Saya yakin bukan karena gaya orasinya yang bagus atau keilmuannya yang mendalam, namun karena keta’dhiman beliau pada gurunya yang tak pernah pudar.
Beliau dalam mendidik santri-santrinya menggunakan pendekatan realistik dan rasional. Banyak wali santri yang memintakan “amalan” khusus untuk putra-putrinya agar mudah menghafal al-Quran. Namun, selalu jawaban beliau hanya satu, yaitu istiqamah menghafal dan melakukan shalat jama’ah. Beliau juga kurang berkenan apabila ada santrinya yang mengamalkan puasa sunnah. Bukan apa-apa, beliau hanya ingin santrinya dalam menghafal al-Quran itu kondisinya fit, segar bugar, sehat, sehingga penambahan hafalan baru dan muraja’ahnya lebih banyak dan hasilnya lebih baik.
Mengikuti jejak gurunya, KH. Arwani Amin, beliau tidak memperkenankan santrinya mengikuti kompetisi dan lomba (musabaqah) apapun yang terkait dengan al-Quran. Beliau menginginkan para santrinya semata fokus dalam menghafal dan belajar, serta menggunakan cara-cara yang wajar tanpa banyak berulah. Beliau sangat disiplin dan keras kepada santrinya dalam urusan belajar. Kesalahan kecilpun kalau terkait dengan bacaan al-Quran, akan membuat beliau “marah”. Ada satu kamar di dekat ruangan tamu di “ndalem” beliau yang memang disediakan untuk “memenjarakan” santri-santri yang kurang disiplin dalam menghafal. Lebih-lebih santri senior yang sedang belajar Qiraah Sab’ah, mereka tidak boleh maju setoran kalau tanpa persiapan. Sering terjadi, beliau menyuruh mundur santri yang kurang persiapan tanpa komentar apapun.
Beliau juga sosok kyai yang memiliki hubungan spiritual dengan para wali (auliya’) yang telah wafat. Beliau secara periodik berkunjung ke makam Sayyid Sulaiman di Mojogeneng Mojokerto, kadang sampai berhari-hari, serta para auliya’ yang lain. Kekuatan spiritualnya terpancar pada kemustajaban doa dan prediksi-prediksinya yang jitu, sehingga banyak alumni dan masyarakat sekitar dusun Sanan Desa Watu Gede Singosari meminta doa serta obat pada beliau. Beliau sangat memperhatikan pendidikan formal dan informal para santri dan keluarganya. Pesan beliau: “setelah kalian hafal al-Quran, kuasailah ilmu-ilmu bahasa Arab agar mengetahui kandungan maknanya, lalu lanjutkan studimu sampai ke perguruan tinggi, kalau ada biaya. Terbukti menantunya rata-rata lulusan sarjana bahkan doktor, termasuk para santrinya. Beliau juga dekat dengan masyarakat sekitar pesantren khususnya dan masyarakat Singosari khususnya. Seringkali rombongan ibu-ibu dan bapak-bapak pergi pesantren itu semata belajar mengaji alif ba’ ta’ dan beliau sabar menerima dan mengajar mereka. Kedekatan itu tercermin tiap tahun pada acara Haflah Rajabiyah yang dihadiri ribuan masyarakat  Singosari dan sekitarnya. Ribuan orang datang bukan tertarik pada acara atau penceramah yang tersaji, melainkan semata “hormat dan ta’dhim” mereka atas undangan KH. Musta’in.
Kini, beliau telah memiliki banyak generasi penerus dari anak kandung dan menantu. Ust. Firdaus dan Ust. Nafis telah banyak membantu beliau mengajar. Juga ust. Nahrul Ulum dan Ust. Nurul Murtadlo, berikut para santri senior yang masih berkhidmat membesarkan “Darul Quran, juga memberikan “support” besar terhadap berdiri dan berkembangnya SMP dan SMA “Darul Quran”. Menginjak usia senja, berbagai penyakit mulai menguji beliau, dari diabetes hingga rabun mata akut. Namun, satu tahun belakangan ini beliau sudah mampu melihat kembali seperti sediakala.
Ungkapan di atas mungkin belum seberapa dari keindahan jati diri beliau yang sesungguhnya, mungkin alumni santri “Darul Quran” merasakan hal yang lebih dalam lagi dari pengalaman sprititual selama menuntut ilmu di sana. Apa yang saya curahkan tersebut merupakan refleksi dari peristiwa 17 tahun yang lalu dalam kurun waktu dua tahun (1993-1995). Hari ini, saya yakin telah terjadi perkembangan fisik bangunan dan non fisik di PPDQ (Pondok Pesantren Darul Quran), semoga pesantren ini abadi sepanjang masa, dan tetap konsisten mencetak pribadi qurani yang tidak silau akan gemerlapnya dunia, justru menerangi lingkungan sekitar dengan cahaya qurani.
Guruku dan kyaiku tercinta, doaku selalu terpanjat kehadirat-Nya semoga engkau senantiasa diberikan umur yang panjang, tubuh yang sehat, ilmu yang barokah agar pengabdianmu yang tak kenal lelah itu terus menjadi mata air yang memberikan oase kesejukan pada para santri, alumni dan warga sekitar. Semoga Allah mewariskan keteladanan dan perjuangan beliau kepada para santri-santrinya demi tetap menyalanya obor dakwah al-Quran di Malang dan sekitarnya. Amin.
Terima kasih guruku, atas bimbingan yang menjadikan aku faham bagaimana menjadi orang yang tawaddu’ dalam sikap, mandiri dalam hidup, tinggi dalam ilmu, dan peduli dengan sesama. Ilmu bisa dicari di mana saja, tetapi ketauladanan hanya terpancar dari relung hati yang bersih dan ikhlas.
(Curahan hati seorang alumni era 1993-1995). Malang, 13 Juni 2011.

Minggu, 29 Januari 2012

PERINGATAN MAULID NABI SAW

Ketika kita membaca kalimat diatas maka didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian kelompok muslimin, saya akan meringkas penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika dan syariah). Sifat manusia cenderung merayakan sesuatu yang membuat mereka gembira, apakah keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya, mereka merayakannya dengan pesta, mabuk mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian adat istiadat diseluruh dunia. Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasul saw. Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya Firman Allah : “(Isa berkata dari dalam perut ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan” (QS Maryam 33) Firman Allah : “Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS Maryam 15) Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177) Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yang menjadi pembantunya Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583) Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yang terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583) Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14 buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yang 1000 tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583) Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabi nabi sebelumnya. Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau saw Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab : “Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih Muslim hadits no.1162). dari hadits ini sebagian saudara2 kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw asal dengan puasa. Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak menjawab misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh boleh saja..”, namun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya. Contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah.. bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami bahwa januari adalah hari yang berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yang perhatian pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dengan hari kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan jawaban beliau SAW yang lebih luas dari sekedar pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir tak memerintahkan umroh pada 1 januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya pemahaman terhadap ilmu bahasa. Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul SAW menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi beliau SAW,sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu. Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yang perhatian pada hari kelahiran beliau SAW, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam. Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka Rasul SAW menjawab: “silahkan.., maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka Abbas ra memuji dengan syair yang panjang, diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi SAW) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al-Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain hadits no.5417) Kasih sayang Allah atas kafir yang gembira atas kelahiran Nabi saw Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab menjawab : “di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul SAW” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi’bul iman no.281, fathul baari Almasyhur juz 11 hal 431). Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya. Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi SAW, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi SAW maka Imam imam diatas yang meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya. Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di masjid Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yang lalu ditegur oleh Umar ra, lalu Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang yang lebih mulia dari engkau wahai Umar(yaitu Nabi SAW) , lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata : “bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan doa : wahai Allah bantulah ia dengan ruhulqudus?,maka Abu Hurairah ra berkata : “betul” (shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485) Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana beberapa hadits shahih yang menjelaskan larangan syair di masjid, namun jelaslah bahwa yang dilarang adalah syair syair yang membawa pada Ghaflah, pada keduniawian, namun syair syair yang memuji Allah dan Rasul Nya maka hal itu diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia berdiri untuk melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058, sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa sahabat yang mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata : “Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya’la Juz 8 hal 337). Pendapat Para Imam dan Muhaddits atas perayaan Maulid 1. Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah : "Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata : “hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka bersabda Rasul saw : “kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur’an, maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH PADA ORANG ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” (QS Al Imran 164) 2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah : Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber akikah untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832 dengan sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah beliau saw yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada Allah swt yang telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan lil’aalamiin dan membawa Syariah utk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman teman dan saudara saudara, menjamu dengan makanan makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan nama : “Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”. 3. Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) : Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan kelahiran Nabi saw. 4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif : Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari). maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana dengan muslim ummat Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya. 5. Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy : Serupa dengan ucapan Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil hadits Abu Lahab 6. Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah Berkata ”tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah pada malamnya dengan berbagai macam sedekah dan memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yang sangat besar”. 7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah Dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : ”ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi saw” 8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah Dengan karangan maulidnya yang terkenal ”al aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacanya serta merayakannya”. 9. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah Dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: ”Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kpd orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi saw sebagai hari besar”. 10. Imam Al hafidh Al Muhaddis Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yang terkenal dengan Ibn Dihyah alkalbi Dengan karangan maulidnya yang bernama ”Attanwir fi maulid basyir an nadzir” 11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri Dengan maulidnya ”urfu at ta’rif bi maulid assyarif” 12. Imam al Hafidh Ibn Katsir Yang karangan kitab maulidnya dikenal dengan nama : ”maulid ibn katsir” 13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy Dengan maulidnya ”maurid al hana fi maulid assana” 14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy Telah mengarang beberapa maulid : Jaami’ al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid, Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi. 15. Imam assyakhawiy Dengan maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an nabawi 16. Al allamah al faqih Ali zainal Abidin As syamhudi Dengan maulidnya al mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah 17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy yang terkenal dengan ibn diba’ Dengan maulidnya addiba’i 18. Imam ibn hajar al haitsami Dengan maulidnya itmam anni’mah alal alam bi maulid syayidi waladu adam 19. Imam Ibrahim Baajuri Mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dengan nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar 20. Al Allamah Ali Al Qari’ Dengan maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi 21. Al Allamah al Muhaddits Ja’far bin Hasan Al barzanji Dengan maulidnya yang terkenal maulid barzanji 23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Jakfar al Kattani Dengan maulid Al yaman wal is’ad bi maulid khair al ibad 24. Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy Dengan maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’ 25. Imam Ibrahim Assyaibaniy Dengan maulid al maulid mustofa adnaani 26. Imam Abdulghaniy Annanablisiy Dengan maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid muhammadi” 27. Syihabuddin Al Halwani Dengan maulid fath al latif fi syarah maulid assyarif 28. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati Dengan maulid Al Kaukab al azhar alal ‘iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar 29. Asyeikh Ali Attanthowiy Dengan maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa 30. As syeikh Muhammad Al maghribi Dengan maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah. Tiada satupun para Muhadditsin dan para Imam yang menentang dan melarang hal ini, mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan Muhadditsin yang menentang maulid sebagaimana disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka mereka ternyata hanya menggunting dan memotong ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yang jelas jelas meniru kelicikan para misionaris dalam menghancurkan Islam. Berdiri saat Mahal Qiyam dalam pembacaan Maulid Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat atas kedatangan sang pembawa risalah pada kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana penghormatan yang dianjurkan oleh Rasul saw adalah berdiri, sebagaimana diriwayatkan ketika sa’ad bin Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada kaum anshar : “Berdirilah untuk tuan kalian” (shahih Bukhari hadits no.2878, Shahih Muslim hadits no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra untuk Ka’b bin Malik ra. Memang mengenai berdiri penghormatan ini ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yang dijelaskan bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk kedatangan Imam yang adil dan yang semacamnya merupakan hal yang baik, dan berkata Imam Bukhari bahwa yang dilarang adalah berdiri untuk pemimpin yang duduk, dan Imam Nawawi yang berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka taka apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang, namun adapula pendapat lain yang melarang berdiri untuk penghormatan.(Rujuk Fathul Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 12 hal 93) Namun dari semua pendapat itu, tentulah berdiri saat mahal qiyam dalam membaca maulid itu tak ada hubungan apa apa dengan semua perselisihan itu, karena Rasul saw tidak dhohir dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan ruh Rasul saw hadir saat pembacaan maulid, itu bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah masalah ghaib yang tak bisa disyarahkan dengan hukum dhohir, semua ucapan diatas adalah perbedaan pendapat mengenai berdiri penghormatan yang Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri untuk memuliakan beliau saw. Jauh berbeda bila kita yang berdiri penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa berdiri kita adalah bentuk semangat kita menyambut risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada nabi saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau saw. Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yang padanya dibacakan puji pujian untuk nabi saw, lalu diantara syair syair itu merekapun seraya berdiri termasuk Imam Assubkiy dan seluruh Imam imam yang hadir bersamanya, dan didapatkan kesejukan yang luhur dan cukuplah perbuatan mereka itu sebagai panutan, dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy rahimahullah bahwa Bid’ah hasanah sudah menjadi kesepakatan para imam bahwa itu merupakan hal yang sunnah, (berlandaskan hadist shahih muslim no.1017 yang terncantum pada Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah hasanah, Dan berkata pula Imam Assakhawiy rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa keberkahan bagi mereka yang mengadakannya. (Sirah Al Halabiyah Juz 1 hal 137) Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk Medan Tablig dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah islami yang diselingi bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji pujian pada Allah dan Rasul saw yang sudah diperbolehkan oleh Rasul saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya adalah kebangkitan risalah pada ummat yang dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan ada yang mengingkarinya karena jelas jelas merupakan salah satu cara membangkitkan keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an (secara logika dan hukum syariah), karena hal ini merupakan hal yang mustahab (yang dicintai), sebagaiman kaidah syariah bahwa “Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua yang menjadi penyebab kewajiban dengannya maka hukumnya wajib. Contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib, dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu waktu saat kita akan melakukan shalat kebetulan kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus membeli dulu, maka membeli baju hukumnya berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk melaksanakan shalat yang wajib . Contoh lain misalnya sunnah menggunakan siwak, dan membuat kantong baju hukumnya mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan membawa siwak dan baju kita tak berkantong, maka perlulah bagi kita membuat kantong baju untuk menaruh siwak, maka membuat kantong baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya, karena diperlukan untuk menaruh siwak yang hukumnya sunnah. Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah merupakan hal yang wajib pada suatu kaum bila dalam kemungkaran, dan ummat sudah tak perduli dengan Nabinya saw, tak pula perduli apalagi mencintai sang Nabi saw dan rindu pada sunnah beliau saw, dan untuk mencapai tablig ini adalah dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang Nabi saw serta silaturahmi. Sebagaimana penulisan Alqur’an yang merupakan hal yang tak perlu dizaman nabi saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa para sahabat karena sahabat mulai banyak yang membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat yang wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah. Hal semacam in telah difahami dan dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin, para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin yang awam, namun hanya sebagian saudara saudara kita muslimin yang masih bersikeras untuk menentangnya, semoga Allah memberi mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin. Walillahittaufiq